Sakit maag dan GERD kini makin sering ditemukan di Indonesia, terutama pada kelompok usia produktif. Keduanya sering dianggap sama, padahal memiliki penyebab dan gejala yang berbeda. Mengenali perbedaan keduanya sangat penting agar penanganan bisa lebih spesifik dan risiko komplikasi bisa ditekan.
Pengetahuan yang tepat akan membantu Anda dan keluarga memilih pengobatan yang sesuai, sehingga gejala bisa terkontrol dengan baik dan kualitas hidup tetap terjaga. Dengan pemahaman yang benar, Anda dapat menghindari kesalahan dalam pengobatan, meminimalkan munculnya gangguan lanjutan, serta mendukung kesehatan pencernaan jangka panjang.
Definisi dan Epidemiologi Sakit Maag dan GERD

Sakit maag dan GERD sering dicampuradukkan, padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar secara medis. Pemahaman mengenai definisi dan angka kejadiannya akan membantu kita menempatkan pengobatan dan pencegahan di jalur yang benar. Di Indonesia, kedua kondisi ini semakin banyak ditemukan, utamanya karena perubahan pola makan dan gaya hidup masyarakat perkotaan.
Pengertian Medis Sakit Maag (Gastritis/Dispepsia)
Sakit maag adalah istilah yang umum digunakan masyarakat untuk menyebut berbagai keluhan nyeri dan gangguan pada lambung. Secara medis, sakit maag mengacu pada dua kondisi utama:
- Gastritis, yaitu peradangan pada dinding lambung, yang bisa disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylori, konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), alkohol, atau stres.
- Dispepsia, yang merujuk pada kumpulan gejala seperti nyeri pada ulu hati, perut kembung, mual, cepat kenyang, dan sering bersendawa.
Sakit maag bukanlah penyakit tunggal. Ini lebih merupakan sindrom dengan berbagai penyebab. Gejalanya cenderung muncul setelah makan atau saat perut kosong terlalu lama. Banyak orang menganggap sakit maag sebagai masalah ringan, padahal bila berulang dapat mengganggu aktivitas dan menurunkan kualitas hidup.
Pengertian Medis GERD
GERD atau Gastroesophageal Reflux Disease adalah kondisi kronis saat asam lambung naik ke kerongkongan. Hal ini terjadi karena melemahnya otot katup antara lambung dan kerongkongan (LES), sehingga cairan asam mudah kembali naik.
Pada GERD, gejala utama yang dirasakan adalah:
- Nyeri ulu hati dan dada (heartburn)
- Rasa panas atau terbakar di dada
- Regurgitasi (cairan atau makanan naik ke mulut)
- Kadang disertai batuk kering, sulit menelan, dan suara serak
Sakit maag lebih ke arah gangguan di lambung, sedangkan GERD berkaitan dengan aliran balik asam lambung ke saluran makan bagian atas.
Epidemiologi Maag dan GERD di Indonesia
Angka kejadian sakit maag di Indonesia masih tinggi, terutama pada kelompok usia produktif. Pola makan tidak teratur, konsumsi makanan pedas, asam, serta kebiasaan minum kopi dan merokok menjadi faktor utama. Infeksi H. pylori juga masih lazim ditemukan, apalagi di daerah dengan sanitasi yang kurang baik.
Untuk GERD, data menunjukkan tren yang meningkat selama dua dekade terakhir. Studi nasional memperkirakan sekitar 15 sampai 25% populasi dewasa Indonesia mengalami gejala GERD. Urbanisasi, obesitas, dan pola makan tinggi lemak ikut berperan dalam meningkatnya kasus ini.
Beberapa fakta epidemiologis penting:
- Maag sering ditemukan pada remaja, dewasa muda, dan kelompok yang hidup dengan stres tinggi.
- GERD lebih banyak dialami orang dewasa, namun anak-anak juga bisa terkena, utamanya jika ada masalah anatomi bawaan atau kegemukan.
- Komplikasi pada kedua penyakit ini bisa serius jika tidak ditangani, termasuk risiko kanker saluran cerna.
Mengapa Sakit Maag dan GERD Sering Disalahartikan
Banyak orang mengira sakit maag dan GERD adalah kondisi yang sama karena gejalanya mirip, seperti nyeri di ulu hati, mual, atau perut terasa panas. Padahal, asal usul gejalanya berbeda:
- Maag disebabkan oleh iritasi atau peradangan di lambung.
- GERD disebabkan oleh gangguan katup dan aliran balik asam lambung ke kerongkongan.
Kesamaan gejala inilah yang membuat masyarakat sering keliru dalam mengidentifikasi dan mengobati kedua kondisi tersebut. Tanpa diagnosis yang jelas, pengobatan yang diberikan pun kerap tidak tepat sasaran. Oleh sebab itu, mengenali perbedaan definisi dan data epidemiologi menjadi kunci penting dalam penanganannya.
Perbedaan Patofisiologi dan Penyebab Maag dan GERD
Memahami perbedaan patofisiologi dan penyebab antara maag dan GERD sangat penting untuk mengarahkan diagnosis serta strategi pengobatan yang tepat. Meskipun gejalanya bisa mirip, kedua kondisi ini disebabkan oleh mekanisme yang sangat berbeda di dalam saluran cerna. Pada bagian ini, kita akan membahas letak perbedaannya secara detail, mulai dari proses terjadinya hingga faktor risiko utama yang menyertainya.
Faktor Risiko Maag
Faktor risiko yang sering memicu maag antara lain:
- Pola makan tidak teratur, sering terlambat makan
- Konsumsi makanan pedas, asam, atau tinggi lemak secara berlebihan
- Kecanduan kopi, teh, atau minuman bersoda
- Riwayat keluarga dengan masalah maag kronik
- Stres emosional berkepanjangan
Faktor Risiko GERD
Beberapa faktor risiko yang berperan besar memicu GERD meliputi:
- Kelebihan berat badan atau obesitas
- Sering mengonsumsi makanan berlemak, cokelat, dan kopi
- Langsung berbaring setelah makan
- Hernia hiatus (bagian atas lambung masuk ke rongga dada)
- Kehamilan atau tekanan intra-abdomen meningkat
- Merokok dan konsumsi alkohol

